Dari Wikipedia – Nama Nanggala berasal dari nama senjata tombak kuat milik Prabu Baladewa, seorang tokoh pewayangan. Senjata tersebut digambarkan di lencana KRI Nanggala. Kapal selam ini juga dikenal sebagai Nanggala II untuk membedakannya dengan KRI Nanggala S-02, sebuah kapal selam lain yang usianya lebih tua.

KRI Nanggala dipesan oleh pemerintah Republik Indonesia pada 2 April 1977. Pembuatan KRI Nanggala merupakan bagian dari pinjaman senilai 625 juta dolar Amerika Serikat dari Jerman kepada Indonesia. Sebesar 100 juta dolar AS dari pinjaman tersebut digunakan untuk membuat KRI Nanggala dan KRI Cakra. Kapal ini didesain oleh Ingenieurkontor di kota Lübeck, dibuat oleh Howaldtswerke, Kiel, dan dijual oleh perusahaan Ferrostaal di Essen.

Kapal ini mulai dibuat pada Maret 1978 dan diluncurkan pada 10 September 1980. Kapal selam kemudian menjalani uji coba di Laut Jerman Barat sebelum diserahkan kepada pemerintah Indonesia pada 6 Juli 1981. KRI Nanggala meninggalkan Jerman Barat pada awal Agustus 1981 dengan ditumpangi oleh 38 awak di bawah komando Letnan Kolonel Armand Aksyah. Pada 5 Oktober 1981, KRI Nanggala pertama kali ditunjukkan ke masyarakat umum, bersamaan dengan hari ulang tahun TNI ke-36. Peresmian penggunaannya dilakukan oleh Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal TNI Mohammad Jusuf pada 21 Oktober 1981 di Dermaga Ujung Surabaya.

KRI Nanggala pernah melakukan perbaikan di Howaldtswerke dan selesai pada 1989. Sekitar dua dekade kemudian, kapal selam ini kembali menjalani perbaikan penuh dengan biaya US$63.7 juta selama dua tahun di Korea Selatan. Perbaikan tersebut dilakukan oleh Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) dan selesai pada Februari 2012. Pada perbaikan ini, sebagian struktur atas kapal diganti dan sistem persenjataan, sonar, radar, kendali tempur, dan propulsi dimutakhirkan. Setelah perbaikan, KRI Nanggala mampu menembakkan empat torpedo secara bersamaan menuju empat target yang berbeda dan meluncurkan misil antikapal seperti Exocet atau Harpoon. Selain itu, kedalaman selamnya bertambah menjadi 257 meter (843 ft) dan kelajuan maksimumnya dinaikkan dari 21,5 knot (39,8 km/h) menjadi 25 knot (46 km/h). Sekitar lima tahun kemudian, KRI Nanggala dilengkapi dengan sistem echosounder KULAÇ buatan ASELSAN.

Pada 21 April 2021, Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto mengumumkan bahwa KRI Nanggala telah gagal melaporkan statusnya setelah melakukan latihan penembakan torpedo di Laut Bali, sekitar 95 km (51 mil laut) di utara Pulau Bali. TNI AL menyatakan bahwa KRI Nanggala meminta persetujuan pada pukul 03.00 WIB untuk menyelam dan menembakkan Torpedo SUT. Pada pukul 04.00 WIB, KRI Nanggala memasuki tahap penggenangan tabung torpedo. Komunikasi terakhir dilakukan pukul 04.25 WIB ketika komandan gugus tugas latihan memberikan otoritas kepada Nanggala untuk menembakkan torpedo nomor 8 Tjahjanto mengatakan bahwa mereka hilang kontak dengan kapal selam tersebut pada pukul 04.30 WIB. TNI AL kemudian mengirimkan distress call ke International Submarine Escape and Rescue Liaison Office sekitar pukul 09.37 WITA untuk melaporkan kapal yang hilang dan terdapat kemungkinan tenggelam. TNI AL juga menjelaskan kemungkinan KRI Nanggala mengalami mati listrik sebelum tenggelam ke kedalaman 600-700 meter.

Saat dilaporkan hilang, KRI Nanggala membawa 53 orang yang terdiri dari 49 awak, 1 komandan, dan 3 spesialis senjata. Kolonel Harry Setyawan merupakan awak yang memiliki pangkat tertinggi. Kapal ini juga diawaki oleh Letkol Heri Oktavian sebagai komandan kapal selam. Pada 22 April, Laksamana Pertama Julius Widjojono mengatakan bahwa cadangan oksigen di Nanggala masih cukup bagi 53 orang hingga Sabtu, 24 April pukul 03.00 WITA.

Satu hari setelah dinyatakan hilang kontak, TNI AL mendirikan crisis center di Mako Armada II Surabaya. Crisis center tersebut dilengkapi dengan ambulans dan bilik hiperbarik.[36] Crisis center juga menyediakan informasi terkini kepada keluarga awak kapal selam dan wartawan. Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa keselamatan awak Nanggala adalah prioritas utama dan mengajak masyarakat untuk mendoakan jalannya upaya pencarian.